Kamis, 23 Februari 2017

0

KMTL DALAM PERJUANGAN

Keluarga Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Brawijaya meyakini bahwa perjuangan bukan hanya persoalan berkorban jiwa dan raga untuk impian visi yang hendak dicapai. Jauh lebih luas lagi, perjuangan adalah soal rasa yang membuang ambisi, soal kepekaan yang menghilangkan ego dan apatisme, juga soal kemauan untuk terus hidup meski dirundung derita tiada akhir.

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (PS TL FTP UB) dikembangkan dari Minat Teknik Sumberdaya Alam dan Lingkungan (TSAL), yang semula bernama Teknik Tanah dan Air (TTA), di Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Minat ini telah ada sejak terbentuknya Program Studi Keteknikan Pertanian (PS TEP) tahun 1984 sesuai Surat Keputusan DIRJEN DIKTI DEPDIKBUD No. 118 DIKTI/Kep/84 dan dipertegas setelah terbentuk Fakultas Teknologi Pertanian sesuai dengan Surat Keputusan MENDIKBUD RI NO. 012a/O/1998, Minat TSAL ini resmi menjadi PS TL sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pendirian Program Studi Baru dari MENDIKBUD Nomor : 595/E/O/2014. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang begitu pesat dan dengan dikeluarkannya surat keputusan oleh MENDIKBUD, tercetus suatu inisiatif dari para Mahasiswa/i PS TL FTP UB untuk membentuk suatu wadah organisasi sebagai sarana mengekspresikan diri dalam bidang Keilmuan dan Keprofesian Teknik Lingkungan, karena wadah organisasi yang ada saat itu yaitu HIMATETA FTP UB tidak sesuai dengan Keprofesian PS TL FTP UB. Oleh karena itu pada tanggal 11 Oktober 2014 bertempat di Laboratorium Teknik Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Lab. TSAL) para mahasiswa tersebut didasari niat dan tekad kuat membentuk wadah organisasi Keprofesian Teknik Lingkungan yang selanjutnya bernama Keluarga Mahasiswa Teknik Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (KMTL FTP UB).


Untuk mengetahui lebih jauh perjuangan KMTL UB dapat di download melalui link dibawah ini: http://bit.ly/KMTLDalamPerjuangan

0 komentar:

Selasa, 21 Februari 2017

0

Hari Peduli Sampah


Tahukah kamu? 

Tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional untuk mengingat tragedi longsornya tumpukan sampah di TPA Leuwigajah, Jawa Barat yang terjadi pada tanggal 21 Februari 2005 silam. Peristiwa ini menunjukkan bahwa sampah dapat menjadi mesin pembunuh yang merenggut nyawa lebih dari 100 jiwa. Permasalahan sampah memang tidak bisa dianggap sepele. Sebuah penelitian yang diterbitkan di www.sciencemag.org Februari tahun 2015 menyebutkan, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai penyumbang sampah plastik ke laut terbesar di dunia setelah Tiongkok, disusul Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. Padahal, angka pendaurulangan sampah di Indonesia termasuk rendah, yakni di bawah 50%.

Melalui peringatan Hari Peduli Sampah Nasional ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepedulian akan pentingnya prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) dalam pengelolaan sampah. Di tahun ini, Pemerintah mencanangkan program Kerja Bakti Nasional bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional sebagai suatu langkah untuk mewujudkan Indonesia bebas sampah di tahun 2020. Selain melalui Kerja Bakti Nasional, Pemerintah juga mencanangkan program Bank Sampah. Jumlah kota yang mengembangkan Bank Sampah meningkat dari 22 kota menjadi 41 kota pada tahun 2012. Jumlah unit Bank Sampah juga bertambah dari 471 menjadi 585 unit, meningkat sekitar 24 persen. Meski dianggap kecil, gerakan ini sudah menjadi landasan untuk melawan sampah. Gerakan ini juga membuka peluang menjadikan masalah sampah lebih ekonomis, ramah lingkungan, dan berkelanjutan secara sosial.

Jangan sampai slogan "dilarang membuang sampah sembarangan" hanya menjadi kalimat tumpul yang gagal menggugah kesadaran masyarakat akan bahaya sampah.
Jadi, masih mau membuang sampah sembarangan?

Ayo lawan sampah! Aku, kamu, kita bisa!

0 komentar:

Rabu, 08 Februari 2017

0

Penyebab, Akibat, dan Solusi Bencana Banjir Bangka



Salah satu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir. Banjir telah menyerang ke berbagai macam daerah, misalnya banjir yang terjadi di Bangka (banjir Bangka) baru-baru ini. Penyebab banjir secara umum adalah akibat tingginya intensitas curah hujan namun daya dukung lingkungannya (DDL) kurang memadai. DDL yang tidak memadai ini diakibatkan oleh aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti penambangan tambang ilegal, bergantinya fungsi lahan di bantaran sungai dan berkurangnya pohon dan daerah resapan air. 

Bencana banjir di Bangka dapat terjadi karena tidak adanya reklamasi lahan tambang yang mengakibatkan lahan kehilangan kemampuan dalam menyerap air maupun digunakan sebagai lahan perkebunan dan pertanian. Air yang tidak diserap akan langsung mengalir di permukaan tanah dan masuk ke sungai. Sungai akan cepat penuh dan banjir tidak dapat dihindarkan. Banjir akan menghambat kegiatan ekonomi, pendidikan dan menjadi sumber penyakit. 
          

Lahan di pinggir sungai yang seharusnya menjadi daerah resapan justru menjadi area tambang timah yang ilegal. Ketika curah hujan tinggi, kapasitas sungai yang terbatas tidak akan mampu menahan banyaknya air yang masuk. Karena permasalahan ini, terdapat kerugian yang dapat dirasakan dari segi sosial, ekonomi dan lingkungan. Kegiatan masyarakat menjadi terhambat dan kondisi lingkungan menjadi tidak sehat. Infrastruktur rusak dan genangan air dapat menimbulkan penyakit lingkungan sekitar dan ekosistem menjadi tidak seimbang.

Adapun penjabaran dari kerugian yang dapat diakibatkan dari banjir Bangka yakni rusaknya lingkungan alam (pepohonan, makhluk hidup) dan infrastruktur yang ada disekitarnya. Infrastruktur yang rusak (terutama jembatan yang menghubungkan Bangka dan Palembang) menyebabkan aktivitas masyarakat menjadi terhambat sehingga secara tidak langsung banjir dapat menurunkan kegiatan ekonomi, rusaknya ekosistem baik darat maupun laut, terbentuknya kolong yang menyebabkan kontaminasi terhadap air tanah dengan polutan dan rusaknya infrastruktur seperti jalan, munculnya wabah penyakit endemik seperti demam berdarah karena adanya genangan air dan penambangan timah juga mendorong terjadinya degradasi lahan. 


Terdapat beberapa solusi untuk menangani banjir Bangka, diantaranya adalah mendirikan bangunan/konstruksi pencegah banjr. Namun sebelum hal tersebut diwujudkan, perlu adanya penegakan hukum yang tegas bagi pemilik usaha tambang. Penegakan tersebut dapat berupa pengawasan perizinan. Setiap usaha reboisasi dan reklamasi akan sia-sia jika penambangan ilegal masih terus dilakukan. Negosiasi antara pihak masyarakat, pemerintah dan pengusaha sangat dibutuhkan dan harus didasari dengan legalitas hukum yang kuat. Kemudian, solusi penanganan banjir tidak hanya ditekankan pada perbaikan pasca banjir yang justru akan banyak menelan biaya yang besar, namun juga langkah pencegahan yang konkrit, misalnya dengan reboisasi dan negoisasi antara semua pihak terutama pada pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) tambang timah dan pemerintah.

Selanjutnya, masyarakat sekitar juga memiliki pengaruh yang besar terhadap penanganan banjir, sehingga sosialisasi dan pemberian edukasi pada masyarakat sangat diperlukan. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi membantu program pemerintah dalam pencegahan, penanggulangan dan pengawasan terhadap kondisi lingkungan disekitarnya. Terakhir, menumbuhkan potensi dan komoditas unggulan yang kreatif dapat menjadi solusi untuk mengurangi eksploitasi timah yang berlebihan. Peran civitas akademika sangat dibutuhkan dalam mendorong tumbuhnya potensi tersebut. 


Dapat disimpulkan bahwa sosialisasi mengenai penambangan ilegal dan bencana banjir perlu dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah seharusnya juga dapat memberikan lowongan pekerjaan kepada masyarakat Bangka agar dapat mengurangi aktifitas penambangan ilegal. Selain itu, regulasi tentang pertambangan perlu lebih diperketat dan pengawasan dari pemerintah harus ditingkatkan. Namun, hal paling utama yang dapat dilakukan saat ini adalah mengembalikan ekosistem sungai sesuai dengan peruntukannya dengan  melakukan reboisasi di sepanjang badan sungai untuk penyerapan air yang lebih baik.


Sumber : Kementrian Riset dan Teknologi KMTL FTP UB

0 komentar: